![]() |
Pemeliharaan Al-Qur'an Dimasa Nabi Muhammad SAW |
Adapun kata “al- qirthas” yang berarti kertas dengan menggunakan benda-benda yang mereka gunakan untuk menulis, diantaranya: kulit binatang, batu yang tipis dan licin, pelapah tamar (kurma), tulang binatang, dan lain sebagainya. Setelah mereka menaklukan negara Persia, dimana orang Persia mengenal kertas dengan nama “ kaqhid ”, maka dipakailah kata kaqhid ini untuk memberi nama kertas oleh bangsa Arab sejak saat itu.
Kitab atau buku mengenai apapun, juga belum dikenal mereka. Adapun kata-kata “kitab” pada saat itu hanyalah berarti sepotong kulit, batu, atau tulang dan sebagainya yang telah berisi tulisan, atau berarti surat, seperti ada di dalam Al-Qur’an surah An-Naml ayat 28.
* اذْهَبْ بِكِتَابِي هَٰذَا فَأَلْقِهْ إِلَيْهِمْ ثُمَّ تَوَلَّ عَنْهُمْ فَانْظُرْ مَاذَا يَرْجِعُونَ
Artinya: “ Pergilah dengan (membawa) suratku ini, lalu jatuhkan kepada mereka, kemudian berpalinglah dari mereka, lalu perhatikanlah apa yang mereka bicarakan ”.
Begitu juga “kutub” yang berarti kata jamak pada kitab yang dikirimkan oleh nabi terdahulu kepada raja-raja di masanya, untuk menyeru mereka beriman kepada Allah SWT.
Pada waktu Al-Qur’an dibukukan dimasa khalifah Ustman bin Affan yang dimana nanti akan disebar kepada masyarakat, namun mereka tidak tahu Al-Qur’an harus dinamai dengan nama apa dan beberapa pendapat para sahabat muncul yang pada akhirnya mereka sepakat menamainya dengan nama “Al-Mushhaf ” yang mempunayi arti: mengumpulkan shuhuf, jamak shahifah, lembaran-lembaran yang telah bertulis.
Demikianlah keadaan bangsa Arab di waktu kedatangan agama islam. Maka di jalankan oleh nabi suatu cara yang amali (praktis) yang selaras dengan keadaan pada waktu itu dalam menyiarkan Al-Qur’an dan memeliharanya. Setiap turun ayat-ayat Al-Qur’an nabi menyuruh menghafalnya dan menuliskannya.
Nabi Muhammad SAW menerangkan bagaimana ayat-ayat Al-Qur’an itu harus disusun dalam suatu surat yang berarti oleh nabi muhammad diterangkan dengan tertib urutan ayat-ayat itu. Selain itu nabi Muhammad membuat peraturan, yaitu hanya Al-Qur’an saja yang boleh dituliskan. Selain dari Al-Qur’an baik itu hadist atau pelajaran-pelajaran yang mereka dengar dari mulut nabi, dilarang menuliskannya.
Larangan ini bermaksud agar Al-Qur’an dapat terpelihara, jangan di campur aduk dengan yang lainnya, termasuk perkataan nabi Muhammad SAW. Nabi menganjurkan agar Al-Qur’an itu dihafal, dibaca selalu, dan diwajibkan membacanya ketika sholat. Kepandaian menulis dan membaca Al-Qur’an sangat dihargai dan dibanggakan oleh nabi Muhammad. Beliau berkata: “di akhirat nanti tinta ulama-ulama itu akan ditimbang dengan darah syuhada (orang-orang yang mati syahid)”.
Didalam Al-Qur’an juga banyak ayat-ayat yang mengutarakan penghargaan yang tinggi terhadap huruf, pena, dan tulisan. Diantanya yaitu:
Al-Qalam ayat 1:
* ن ۚ وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
Artinya: " Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis ".
Al-Alaq ayat 4:
* الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ
Artinya: " Yang mengajar (manusia) dengan pena ".
Karena itu bertambah keinginan untuk belajar menulis dan membaca. Di samping itu banyak pula orang-orang yang pandai menulis dan membaca dan banyak pula orang-orang yang menuliskan ayat-ayat Al-Qur’an yang telah diturunkan. Bahkan nabi sendiri mempunyai beberapa orang penulis yang bertugas menuliskan Al-Qur’an untuk beliau. Penulis beliau yang terkenal yaitu: Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit dan Mu’awiyah.
Dengan demikian terdapat tiga unsur yang memelihara Al-Qur’an.
1. Hafalan dari mereka yang hafal Al-Qur’an.
2. Naskah-naskah yang ditulis untuk nabi Muhammad.
3. Naskah-naskah yang ditulis oleh mereka yang pandai menulis dan membaca untuk mereka masing-masing.
Nabi wafat di waktu Al-Qur’an itu telah cukup diturukan, telah dihafal oleh ribuan manusia, dan telah dituliskan semua ayat-ayatnya. Juga ayat-ayatnya yang telah tertulis dalam suatu surat yang telah disusun tertib urutannya yang ditunjukan sendiri oleh nabi. Mereka telah mendengar Al-Qur’an dari mulut nabi berkali-kali, dalam sholat, dalam pidato-pidato beliau, dan dalam pelajaran-pelajaran yang lainnya. Sebagaimana nabi sendiripun telah mendengar dari mereka.
Pada intinya Al-Qur’an telah dijaga dan terpelihara dengan baik. Dan nabi telah menjalankan suatu cara yang begitu praktis untuk memelihara dan menyiarkan Al-Qur’an itu sendiri sesuai dengan keadaan bangsa Arab pada waktu itu.
Satu hal yang menarik perhatian, yaitu nabi wafat dikala Al-Qur’an itu telah cukup diturunkan, dan Al-Qur’an itu sempurna diturunkan ialah diwaktu nabi telah mendekati masanya untuk kembali ke hadirat Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini merupakan bukanlah sesuatu yang kebetulan saja, melainkan telah diatur oleh Yang Maha Kuasa.
Sahabat noerislam itulah ulasan mengenai sejarah singkat pemeliharaan Al-Qur’an di masa nabi Muhammad SAW. Terima kasih telah berkunjung ke website cahaya islam, semoga apa yang sahabat baca dapat membawa manfaat dan kemaslahatan untuk kita semua, Aamiin ya rabbal aalamiin.
EmoticonEmoticon